Umat Muslim dan Krisis Lingkungan Hidup

Sejak wacana lingkungan hidup berkembang, Indonesia sebagai salah satu negara yang mempunyai keanekaragaman hayati paling lengkap mulai banyak menerima kritikan. Belum lagi mayoritas penduduknya yang beragama Islam dan seharusnyalah sudah menjadi kepedulian umat Muslim. Sebagaimana yang diungkapkan para pemuka agama islam di Assisi Italia tahun 1986 yang terkenal dengan nama ‘Deklarasi Assisi’-nya  yang diprakarsai oleh World Wildlife Fund (WWF) mengatakan bahwasannya manusia adalah pengemban amanah (kholifah fil ardh), berkewajiban untuk memelihara keutuhan ciptaan-Nya, integritas bumi, serta flora dan faunanya, baik dalam kehidupan liar maupun dalam keadaan alam asli.

Krisis lingkungan hidup memang tengah menjadi sorotan masyarakat internasional akhir-akhir ini. Pemanasan global (global warming), perubahan iklim (climate change), kepunahan keanekaragaman flora dan fauna, kekeringan yang berkepanjangan, kelangkaan air bersih, pencemaran lingkungan dan polusi udara, serta ancaman senjata biologis merupakan salah satu dari beberapa deret masalah yang berhubungan dengan lingkungan hidup dan secara otomatis akan menyinggung kepada eksistensi peradaban umat manusia.

Kenyataan yang mengatakan Indonesia sebagai penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar ketiga didunia setelah Amerika dan China sedikit banyak telah mencoreng wajah Indonesia dalam pergaulan internasional. Kita tidak dapat memungkiri bahwasannya emisi gas rumah kaca yang ditimbulkan oleh Indonesia bukan dari industri tetapi dari akibat kebakaran hutan yang entah disengaja ataupun tidak. Dan keadaan ini diperburuk dengan terus adanya kegiatan deforestation (pembabatan hutan), baik itu illegal logging maupun legal logging. Dalam surat resmi yang dikirimkan oleh Green Peace tercatat, sekitar 1,8 juta hektar  hutan yang dihancurkan pertahun mulai tahun 2000 sampai 2005, ini mengindikasikan bahwa kehancuran hutan perharinya sekitar 2% atau 51 kilometer. Sehingga Indonesia mencatatkan dirinya untuk masuk buku rekor dunia (Guiness World Records) bulan september sebagai perusak hutan tercepat di dunia dari 44 negara yang 90%-nya dari luas hutan di dunia.

Berbagai bencana seperti banjir, telah banyak terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Sudah seharusnya kita menyadari apa sebab-sebab terjadinya banjir. Allah berfirman dalam surat Al-Mu’minun ayat 18,

“Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran, lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.”

Diantara nikmat Allah SWT yang diberikan kepada kita semua adalah air hujan yang turun dari langit sebagaimana firman Allah SWT tersebut diatas. Allah SWT menetapkan dan melestarikan air hujan melalui sungai-sungai, mata air, sawah, rawa, setu, gunung, bukit-bukit, dan air yang diserapkan ke daratan dan perut bumi sehingga menjadi cadangan bagi kehidupan manusia dan makhluk lainnya. Tetapi bagaimana bisa air tersebut mengalir melalui sungai-sungai, danau dan mata air lainnya jika selama ini dengan mudahnya kita membuang bermacam-macam sampah kedalamnya. Bahkan Menteri Lingkungan, Rachmat Witoelar merasa miris oleh fakta bahwa pada tahun 2005 lalu ada 62 Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berstatus kritis. Angka ini melonjak tiga kali lipat dibanding tahun 1984 yang ‘hanya’ ada 22. “Lama-lama bisa habis,” kata Menteri Lingkungan Hidup.

Mungkin kita baru menyadari bahwa air itu adalah nikmat yang tiada terkira apabila terjadi kekurangan air seperti di daerah Gunung Kidul atau air sumur yang keruh bercampur lumpur dan berbau sebagaimana yang dialami warga Jakarta Pusat dan Tanggerang. Akhirnya mereka pun harus membeli air galon isi ulang 18 liter setiap minggunya. Kita baru tahu air merupakan barang mahal dan satu-satunya pelepas dahaga.

Lingkungan Hidup dan Ilmu Hubungan Internasional

Wacana lingkungan hidup pun saat ini telah menjadi salah satu kajian ilmu hubungan internasional yang mengemuka pada akhir dekade 1990-an, sejak berakhirnya Perang Dingin yang ditandai dengan penurunan ancaman militer terhadap kedaulatan negara, tetapi pada saat yang sama terjadi peningkatan ancaman terhadap eksistensi manusia yaitu melalui berbagai aspek seperti kemiskinan, penyakit menular, bencana alam, kerusakan lingkungan hidup, terorisme dan sebagainya.

Dimulai ketika sekelompok pakar yang dikenal dengan sebutan “the Copenhagen School” yaitu Barry Buzan, Ole Waefer dan Jaap de Wilde melalui buku karangan mereka ‘Security: a New Framework for Analysis’ pada tahun 1998. Mereka memasukkan berbagai aspek di luar kajian keamanan seperti misalnya masalah kerawanan pangan, kemiskinan, kesehatan, lingkungan hidup, perdagangan manusia, terorisme, bencana alam dan sebagainya untuk dijadikan sebagai bagian dari studi keamanan. Sehingga dengan hal tersebut, mereka memperluas obyek rujukan (referent object) isu keamanan dengan tidak lagi berbicara melulu keamanan “negara”, tapi juga menyangkut keamanan “manusia”.

Manusia dan Khalifah

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepadaNya….” (Surat Al-A’Raaf: 56)

Jelaslah bahwa tugas manusia, terutama seorang muslim dan muslimah di muka bumi ini adalah sebagai khalifah (pemimpin) dan sebagai wakil Allah SWT dalam memelihara bumi (mengelola lingkungan hidup). Rosullah SAW dan para sahabat telah memberikan tauladan dalam pengelolaan lingkungan hidup yang mengacu kepada tauhid dan keimanan. Seperti yang dilaporkan Sir Thomas Arnold (1931) bahwa Islam mengutamakan kebersihan sebagai standar lingkungan hidup.

Standar inilah yang mempengaruhi pembangunan kota Cordoba sehingga menjadikan kota ini memiliki tingkat peradaban tertinggi di Eropa pada masa itu. Kota dengan 70 perpustakaan yang berisi ratusan ribu koleksi buku, 900 tempat pemandian umum, serta pusatnya segala macam profesi tercanggih pada masa itu. Kebersihan dan keindahan kota tersebutlah yang menjadi standar pembangunan kota-kota lain di Eropa saat ini.

Oleh karena itu tidak boleh kita menyalahkan segala keterbelakangan umat muslim ini disebabkan oleh ajaran Islam, sebagaimana kemajuan Barat saat ini bukan dikarenakan agamanya. Kemajuan, kebersihan, kesehatan, ketertiban, itu semua soal mentalitas, soal disiplin, kejujuran dan kerja keras. Meminjam ungkapan almarhum Ustadz Rahmat Abdullah, “Umat Islam itu bagaikan mobil tua yang remnya pakem, sedangkan Barat itu bagaikan mobil yang mewah tetapi remnya blong.”

4 thoughts on “Umat Muslim dan Krisis Lingkungan Hidup

  1. assalamualaikum,,

    maz Jenggis,

    ketemu juga blognya.

    setelah diintip2,,eh,,kok ada yang bau2 ‘environment’,,

    tertarik,,tuz anggit baca,,dweh,,

    bagus,,

    iya banget,,harusnya kita sadar kalo cuma disini (our beloved earth) the only place we can live in,,

    there’s no other place for us to live in but this earth.

    (even if there’s one planet out there -from other galaxies,maybe?- which enable us to live in,, apa iya,, kita musti ‘migrasi’ bareng ksana??)
    Repot amit y,kalo musti migrasi bareng2an,,musti berbagi tempat duduk (dipesawat luar angkasa?) sama orang2 sedunia!
    -huwah! ntar bisa sepesawat sama Obama!- hwe
    eh,tapi,,tiketnya berapa,y?!
    jangan2 desperately costly (mahal buwanget) sampe2 orang2 Indonesia ga sanggup bayar,,tuz terpaksanya nebeng d bagasinya!
    -ga jadi se ruangan sama Obama,dunk!- hix
    tuz kalo dah nyampe sana (yang planet apa ituw-pun belom diketahui) bisa ga,y,kita liat kupu-kupu,,kucing,,ikan,,de el el..?
    tuz juga bakalan lama banget nunggu toko buku sama kampus2 dibangun,,baru bisa kulyh lagi,,sementara itu,,kita bisa liburan,, (dimana? ga ada ‘Pantai Depok’ tempat kita bisa makan ikan bakar,, ga ada JEC tempat kita liat pameran komputer,,ga ada gedung Wanitatama buwat liat bookfair! syepiy,dweh!)
    eh,jangan2 (lagi),,planet ituw dah ‘dihuni’ sama para alien,,yang punya pesawat UFO (Unidentified Flying Object)-eh,,jadi inget sama pak Tony K Hariadi-hwe
    tuz kita diusir,dweh sama alien2 ituw,,
    tuz,,kita ga bisa balik ke Bumi lagi,,cuz bahan bakar pesawat luar angkasa kita abiz…

    huwaaa!

    ga mau!!

    That’s why i say that you (maz Jenggis) are so right about our earth,, that we have to love our ‘mother earth’,,

    through protect,,preserve and take care of ‘her’.

    Kalau bukan kita,,siapa lagi?

    Freddie juwga peduli lingkungan,tuw,,suka aku ingetin biar ga buang sampah sembarangan,,
    tuz juga ga boros pake air bersih,, (makanya dia bau -soalnya jarang mandi-) jiyy!

    eiya,,jadi inget topik mata kulyh ‘Akhlak’ kita,,”the environmental ethic in Islam”

    ntar aku ‘quote’ dari blog nya maz Jenggis,y??

    may i??

    thanks,,

    wassalam

    =)

  2. iYa bener banget ni, 100% diah setuju..
    coz klo bukan qt siapa lagi..?? cita2 diah sendiri, pengen ke indonesia bagian timur untuk menyelamatkan biodiversity perikanan yang masih ada..dan memanfaatkanny tp menurut aturan lingkungan jg..klo dPerikanan ada istilahnya MSY (maximum sustainable yield)..
    Ujeng dah taw ttg UU no.2 thn 2008 yg baru..? wah parah bgt tu..gmana nasib hutan qt..penduduk lokal dsana..menderita dan akan semakin sengsara ja..knapa selalu tidak adil yg mreka dapatkan..
    kiP spiRit of jeehad!!
    wass

  3. Jenggis, coba baca buku “superfreaconomics” ada bab judulnya “the global cooling” kalo ga salah yg mementahkan beberapa “mitos” tentang global warming, bukan si penulis tidak sepakat pentingnya pelestarian lingkungan, tapi dia membenarkan beberapa misunderstanding tentang penyebab dan solusi yg memungkinkan umat manusia mengatasi ekses fenomena tersebut.

    Terus nulis ya 😀

    – Rangga –

Leave a comment